Friday, November 22, 2013

Diorama Kecewaku


Harusnya saya menghadirkan model tiga dimensi yang menejermahkan sebuah perasaan bernama kecewa. Tapi saya bukan seorang seniman yang bisa menghasilkan karya itu. Maka saya hanya bisa menggambarkan sebuah adegan perasaan melalui kata. Kemudian bergantung pada imajinasi yang dibangun sang pembaca.

Maaf kalau postingan saya sebelumnya terlalu sering mengumbar bagaimana saya kecewa. Perasaan itu terlalu bergumul di kepala sampai saya merasa tidak enak kalau belum tumpah ruah. Seorang bijak pernah berkata bahwa berbicara lewat kata lebih baik ketimbang berteriak di jalan raya. Tentu saja akal saya masih ada untuk berpikir bahwa berteriak di jalan raya bukanlah hal yang normal, karna saya bisa diteriaki gila.

Sudah cukup sebelumnya saya terlalu mengumbar bagaimana perasaan saya kepada kamu. Menumpahkan segalanya, membuat becek dimana-mana sampai saya sendiri yang terpeleset karna genangan perasaan yang saya tumpahkan itu. Mungkin saja kamu yang saya pikirkan justru malah sedang memikirkan bagaimana mengajak seseorang lain untuk jalan bersama. Kontras sekali. Jadi mungkin lebih baik saya menumpahkan perasaan ini melalui doa. Karena ada Yang Maha Mendengar segala yang dikeluhkan umatNya. Seperti anjuran ulama yang pernah saya dengar;

"Jangan pernah mengaku mencintai seseorang sebelum anda mendoakan ampunan dan keselamatan dunia akhirat untuknya"

Perlahan saya mulai mengerti bagaimana cara mencintai dengan tulus di jalan yang benar. Betapa menguntai doa untuk seseorang yang dicinta adalah bentuk cinta yang paling indah. Kalaupun Tuhan tidak menakdirkan saya dengan seseorang yang saya cinta itu, sudah pasti sekali selama saya memelihara cinta selalu dilalui dengan hal baik yaitu doa.

Bukankah kecewa juga bentuk perasaan yang diberikan Tuhan? Mungkin ada yang harus saya tebus dalam melewati perasaan ini. Mungkin Tuhan ingin saya menjadi orang yang lebih baik, tenang dan ikhlas. Ah.. Andai saja blog ini punya telinga, mungkin ia sudah menutup telinganya karena saya terlalu banyak bicara.


No comments:

Post a Comment