Saturday, July 12, 2014

Surat Cinta buat Mama


Mama,
Efa ngga perlu air ajaib dari gunung sana sini
Efa ngga perlu jimat sakti yang katanya bisa buat Efa lancar rizki
dan wajah berseri-seri
Cukup doa dari Mama
Buat Efa itu lebih tinggi dari segalanya yang katanya bisa bawa hoki
Cukup doakan Efa
Doa Mama udah pasti didengar Allah

Karena Mama wanita paling mulia bagi Efa
dan Allah sebaik-baik penolong bagi kita

Mama,
Efa ngga pernah benci Allah hanya karena kita ngga kaya
pasangan anak-ibu di luar sana
Yang hangat saat bercengkrama
Efa tau Allah buat kita seperti ini supaya kita diam-diam
saling mendoakan

Mama,
Semoga seiring bertambahnya usia kita,
Allah selalu menambah suhu kehangatan hati kita saat bersama


Thursday, July 10, 2014

Polo Shirt Merah


Hari itu kita bertemu. Dengan cerita berbeda bahwa kita bukan lagi yang dulu. Yang saling mencintai dan menertawai hal lucu. Pertemuan itu, hanya karena kamu penasaran seperti apa penampilan dan rupaku setelah berkerudung. Ya, pintamu bertemu bukan lagi karena rindu. Tapi aku mengiyakan pertemuan itu. Bukan saja karena hanya aku yang rindu, tapi karena aku masih senang melihat kamu.


Padaku kamu bercerita, bahwa kamu ingin sekali punya polo shirt warna lain selain yang kamu pakai saat itu. Maka setelah kita makan, aku menawarkan untuk melihat-lihat deretan baju di department store. Kamu banyak meminta masukanku akan warna apa yang bagus. Kamu bilang, kamu ingin sekali warna seperti salah satu kemeja yang kupunya. Dalam hati diam-diam aku merasa senang bukan main dan merasa kalau warna yang kamu mau itu karena ingin punya baju yang sewarna dengan milikku. Mungkin suatu hari bisa dipakai bersama seperti pasangan pada umumnya. Tapi aku lupa, kita bukan lagi pasangan. Mungkin kamu hanya suka warna itu. Bukan karena ingin samaan denganku. Senyum getir kutahan saat aku menyadari hal itu.


Warna yang kamu inginkan itu tidak ada. Lalu dari sekian warna yang aku pilihkan, kamu mengiyakan dua warna; merah dan coklat tua. Aku duduk di sofa, di sudut dekat deretan polo shirt yang tergantung sementara kamu mencobanya di kamar pas. Tidak sampai lima menit kamu keluar dengan polo shirt merah pilihanku. Pas sekali di badan kamu yang lebih ramping dari beberapa waktu silam. Ditambah senyum sumringahmu, polo shirt merah itu membuatmu lebih tampan. Ah.. Saat itu rasanya aku ingin lari ke pelukanmu dan memendamkan wajahku di dadamu. Pasti rasanya nyaman sekali. Kuat-kuat aku menahan keinginan itu.

"Bagus nggak sih?"
 Aku tersenyum dan mengangguk mantap.
"Beneran bagus?" tanyamu tidak yakin
"Bagus. Badan kamu sekarang bagus, jadi pake apa aja bagus."

Kamu kembali mengembangkan senyum mendengar jawabanku lalu kembali masuk ke kamar pas. Mungkin menggantinya dengan pilihan kedua, coklat tua. Sementara kamu di dalam, aku menahan genangan di mataku. Kelak, warna pilihanku itu akan kamu pakai bukan lagi untuk pergi bersamaku.

Kamu keluar dengan polo shirt yang kamu pakai dari rumah. Kupikir tidak jadi dengan pilihan coklat tua.

"Loh yang coklat tua ngga dicoba juga?"
"Ngga usah, kan ukurannya sama"
"Oh, iyasih.."
"Makasi ya kamu udah bantuin milih,,"

Aku hanya tersenyum saat kamu berterima kasih. Ya, aku hanya seorang yang membantumu memilih. Entah kelak pergi dengan siapa yang membuatmu semangat memakainya. Pasti bukan aku.


Tuesday, July 1, 2014

Betapa Tuhan Ingat Setiap Detail


Dulu saya pernah diminta seorang teman untuk pergi menemaninya berbelanja kebutuhan muslimah (jilbab, baju lengan panjang, ciput dll). Saya merasa tertampar sekali saat itu karena teman saya itu adalah orang yang kerap kali saya ceritakan bahwa saya ingin sekali berjilbab untuk menyelamatkan ayah saya kelak di akhirat. Tapi justru ia malah memakai jilbab lebih dulu dari saya.

Hari itu rasanya saya malu sekali dengan Allah, entah, seperti merasa telanjang di hadapannya. Kemudian dari toko ke toko saya banyak merenung. Kenapa saya lama sekali untuk berjilbab, kenapa banyak sekali alasan yang keluar dari otak saya manakala saya membayangkan ayah saya harus mendekati api neraka karena saya yang tidak menutup aurat.

Sepulang kami berbelanja, teman saya menghitung berapa potong pakaian dan jilbab yang ia dapatkan. Saat itu lebih dari 500ribu ia habiskan tapi tidak lebih dari 3 pakaian yang ia dapat, which is merubah penampilan butuh modal besar (bagi orang yang ingin berubah dengan baju baru ya).

Saat itu saya berucap dalam hati
"Ya Allah saya punya baju lengan panjang cuma bisa dihitung jari, gimana nanti saya mau berjilbab ya, temen saya aja 500 ribu lebih ngga keliatan apa-apa. Ya Allah hmmm mungkin saya nanti butuh sejuta kali ya buat belanja jilbab, tolong ingetin saya ya Allah kalo saya punya uang segitu, atau turunkan rizkiMu kalau Kau liat saya kesulitan mengumpulkan uang senilai itu"


Bahkan besok harinya saya lupa pernah merapal kalimat di atas. Tapi Allah tidak, bahkan sampai hampir setahun setelahnya. Saat itu saya sudah bekerja. Salary saya terima cash tiap bulan karena rekening yang saya punya bukan bank yang bekerja sama dengan kantor saya. Jadilah rekening saya hampir tidak ada lalulintas uang selain tarik tunai di atm sesekali.

Suatu hari saya dan teman-teman sekantor beli kaos online bersamaan. Mereka mengumpulkan uang di saya untuk saya transfer ke penjualnya. Sebelumnya uang itu saya setor ke rekening saya lalu saya transfer via atm. Anehnya, setelah saya transfer untuk pembayaran kaos, saldo saya tidak berkurang, justru bertambah beberapa ratus ribu. Saya pikir memang saya yang lupa berapa saldo terakhir saya.

Besoknya saya pergi ke bank untuk print buku tabungan. Memastikan ingatan saya. Terakhir, saya ingat betul saldo saya itu cuma 60ribu. Setelah print dan saya liat, saldo terakhir saya justru 980 ribu. Saya heran, oh lalu saya ingat tentang kasus saldo bertambah tapi beberapa hari kemudian kembali normal. Okelah saya diamkan uang itu selama seminggu. Mungkin cuma uang mampir. Saya pun tidak cerita dengan siapapun tentang hal ini.

Tapi kemudian saya lupa ada uang hampir sejuta di rekening saya. Saya dan teman-teman pergi naik gunung, keperluan naik gunung saya beli di swalayan dengan gesek kartu debet saya. Saya lupa kalo di dalamnya ada termasuk uang hampir sejuta itu. Sampai saya pulang dari gunung saldo hampir sejuta itu tidak hilang. Justru berkurang karena saya pakai. Pokonya yang pasti tidak untuk barang yang tidak perlu.

Sampai saya tiba-tiba teringat pada doa saya setahun lalu kalau saya ingin berjilbab. Belakangan saya memang kesulitan sekali mengumpulkan uang untuk nabung beli jilbab dan baju baru lalu mengeluh pd Allah;

'Ya Allah kapan saya pake jilbabnya ya kalo ada aja keperluan yg penting setiap bulan'

Lalu saya teringat uang yg masuk ke rekening saya, ah.. Apa jangan2 itu kiriman dari Allah.. Apa iyaya.. Saya menangis semalaman karna hal itu. Merasa salah sekali, merasa Allah baik sekali tapi saya justru tidak peka bahkan lupa akan pinta saya. Saya tetap menyimpan cerita ini sendirian sambil bertekad menabung untuk mengganti uang itu lalu bergegas pakai jilbab. Allah bahkan sudah memudahkan saya, saya ga boleh beralasan lagi menunda jilbab karena setiap hari saya tidak menutup aurat ayah saya tambah dekat dengan api neraka kelak.

Lalu dari hari ke hari perempuan2 berjilbab yang saya temui di jalan, di angkutan, di minimarket.. menjadi cantik sekali di mata saya.

Saya merasa bersalah sekali tiap mengingat uang ajaib itu yang tidak sengaja ikut terpakai, bahkan uang itu hampir habis. Lalu seminggu kemudian saya memantapkan hati saya untuk berjilbab. Meski harus menambah dengan pinjaman saat belanja kebutuhan jilbab dan baju baru karena saking tidak sabarnya ingin berjilbab. Tidak apalah pikir saya uang bisa dicari, bisa dibayar saat saya sudah berjilbab nanti.

Dan setelah saya berjilbab, rasa tidak tenang dan bersalah itu hilang. Ah.. MasyaAllah!