Thursday, January 2, 2014

Marah itu bisa dikendalikan


Coba yang kalau marah seringnya ketik kata kasar pake capslock ngga lupa dibubuhi tanda seru berjejer lalu di-tweet, sekali-kali save di note aja. Kalau perlu, dijelaskan kenapa bisa sekesal dan semarah itu. Kan kalau di note tidak ada batas karakter kan?

Nah, kalau sudah di-save, baru deh coba dibaca kembali beberapa jam atau beberapa hari kemudian saat sudah tidak marah. Pasti terasa bedanya.

Saya dulu juga begitu, kesal sedikit di-tweet, marah sedikit update status facebook. Saya ini tipikal orang yang senang membaca kembali apa yang pernah saya twit kemarin-kemarin. Saat sudah tidak kesal dan tidak marah lalu saya baca twit saya saat saya sedang meluapkan emosi, ya kok rasanya bodoh sekali. Kemudian saya pakai cara di atas tadi.

Lalu justru dari marah yang hanya saya simpan di note itu, bisa membuat saya tenang dari hari ke hari. Bisa membuat sadar "Ah kenapa cuma begitu saja kok saya marah ya?". Ada perasaan malu sama umur, sudah besar masa marahnya seperti anak abege yang ngga dibelikan gadget terbaru cuma biar dibilang keren sama teman-temannya? Masa kesalnya seperti ababil mendadak sporty yang keki karena ngga dibelikan sepatu lari?

Tahukah kamu bahkan saat rasulullah sedang marah seperti apapun tidak pernah membuat lehernya berurat? Justru sudut bibirnya mengembang membentuk senyuman sambil hatinya menguntai doa untuk orang yang membuatnya marah. Elegan sekali bahkan saat sedang marah. Memang kita bukan nabi yang bisa seperti beliau, tidak bisa disamakan. Tetapi, kita bisa belajar perlahan dari menahan sebuah perasaan bernama marah. Itu adalah emosi pribadi, datang dari diri sendiri yang tentu saja kendalinya ada pada diri kita.

Saya ulang ya, marah itu bisa perlahan kita kendalikan. Asal ada kemauan. Kita ini manusia yang lebih mulia dari semua makhluk ciptaan Tuhan, jangan mau dikendalkan setan :)




-ditulis pada saat jam digital menunjukkan angka 00:29, di malam penghujung pekan yang esok harinya adalah hari yang dibenci banyak orang.