|
Judul
|
Di Tepi Sungai
Piedra Aku Duduk dan Menangis
|
Penulis
|
Paulo Coelho
|
Genre
|
Fiksi,
Religi/Spiritual
|
Penerbit
|
Gramedia Pustaka
Utama
|
Kota dan Tahun
Terbit
|
Jakarta, 2005
|
Jumlah Halaman
|
224 hlm
|
ISBN
|
9789792292626
|
Rate
|
4/5
|
Berkisah
tentang Pilar dan sahabat lamanya yang dulu tumbuh bersama. Masing-masing
memiliki kenangan tentang satu sama lain. Bertahun-tahun lamanya mereka
berpisah. Sesekali berkirim surat. Salah satu surat yang diterima Pilar adalah
tentang sang pria yang akan mengisi seminari di Madrid, dan meminta Pilar untuk
datang. Pilar menyanggupi, ia pun menempuh perjalanan dari Zaragoza menuju
Madrid untuk bertemu sahabat lamanya itu. Lewat pertemuan itulah tumbuh cinta
diantara mereka. Pilar yang dulu hanyalah seorang gadis kecil, telah menjelma
menjadi perempuan dewasa yang mandiri. Sementara sang pria telah menjadi
seorang pemimpin agama yang karismatik dan dipercaya mampu memberikan
kesembuhan bagi banyak orang. Ia memilih religi sebagai pelarian dari
konflik-konflik batin yang ia alami, termasuk perasaannya pada Pilar. Kepada
Tuhan, ia memohon pertolongan agar cintanya pada Pilar diubah menjadi cinta
pada sesama. Ia tak dapat menghilangkan cintanya pada Pilar meski ia telah
yakin bahwa cinta itu telah menjadi doa, amal dan membantu sesama.
Di
luar sana, ada milyaran novel tentang cinta. Tapi yang membuat karya Coelho ini
berbeda adalah plotnya yang sangat sederhana. Tidak banyak karakter. Tidak ada
penuturan yang kompleks dalam ceritanya. Dan kisah ini menjadi tidak biasa
karena ada nuansa magis dari kedua tokoh utama, kekuatan cinta yang memberi
pembacanya sebuah perenungan sekaligus pencerahan. Seperti buku Coelho lainnya,
ia menuliskan dengan bahasa yang puitis. Ia amat jenius dalam memaknai
peristiwa. Apalagi soal cinta dan spiritual; hal yang amat sangat rumit antara
keduanya.
Kisah
Pilar banyak memberikan filsafat kehidupan. Pilar amat sangat pandai menahan
diri. Ia mengajarkan bahwa akan mudah menguasai situasi jika kita tidak terlalu
emosional. Siapapun yang bisa menaklukan hatinya pasti dapat menaklukan dunia.
Seperti manusia pada umumnya, Pilar juga kerap gundah akan masa depannya,
kadang juga ia terguncang karena tak dapat memaknai tujuan yang jelas. Pilar
yakin bahwa melayani Tuhan tidak harus menjadi pastor, pria itu tetap dapat
melayani Tuhan dengan cara lain yaitu dengan bersama dirinya. Pilar menunggu.
Menunggu pria itu memutuskan jalan hidupnya.
"Menunggu sangat menyakitkan.
Melupakan amatlah menyakitkan. Namun tidak mengetahui apa yang harus dilakukan
adalah penderitaan yang paling menyakitkan.” adalah penggalan doa yang dipanjatkan Pilar dalam
perjalanan ziarah.
Beberapa
pendapat mengatakan bahwa buku ini tidak seharusnya dibaca oleh seseorang yang
sedang patah hati. Pendapat saya, justru orang yang sedang patah hati perlu
membaca buku ini agar dapat mengambil nilai-nilai yang dapat menguatkan dalam
menjalani masa-masa patah hati. Bukan cinta yang membuat kita menderita,
melainkan karena kita merasa telah memberikan lebih daripada yang kita terima. Bukan
cinta yang membuat kita menderita, melainkan kegagalan dari memaksakan
kehendak. Tak ada alasan untuk menderita, sebab dalam setiap cinta ada benih
pertumbuhan diri.
“Hiduplah. Mengenang hanya untuk orang-orang
tua.” begitu kutipan yang saya ambil dari bab pertama.
Buku
ini menceritakan pentingnya penyerahan diri. Pilar dan temannya hanya tokoh
rekaan, namun mereka menggambarkan konflik-konflik yang kita hadapi dalam
perjalanan mencari cinta. Cepat atau lambat, kita harus mengatasi ketakutan
kita, karena jalan spiritual hanya dapat ditempuh melalui pengalaman sehari-hari
akan cinta. Begitulah yang ingin disampaikan Coelho lewat buku ini.
Agak
disayangkan karena plot terasa sangat lambat sekali, padahal kalau disimak
lebih teliti settingan ceritanya hanyalah beberapa hari. Hanya tentang
peristiwa-peristiwa selama mereka bertemu.
Tapi
ajaibnya, kita dapat ikut merasakan pengalaman-pengalaman spiritual yang mereka
rasakan. Meski saya bukan penganut Katholik seperti mereka, tapi pengalaman
spiritual itu tetap dapat saya rasakan sesuai dengan iman saya. Bahwa kekuatan
cinta kita pada makhluk Tuhan hanya dapat benar-benar terasa luar biasa penuh
rahmat apabila kita dapat memaknai bahwa cinta Tuhan begitu besar kepada kita.
Dengan mendekatkan diri pada-Nya, lalu mendalami dan memaknai cinta Tuhan untuk
kita, maka mukjizat itu akan mengalir dengan sendirinya melalui segala hal yang
kita maknai baik. Dan kemagisan yang ikut saya rasakan pada saat membaca buku
ini juga mungkin bagian dari mukjizat itu.
Buku
ini tentu akan menjadi pengalaman baru bagi mereka yang gemar membaca romansa.
Cocok untuk orang yang sedang jatuh cinta, untuk tahu bahwa setiap kisah
memiliki akhir menyedihkan. Tapi akhir menyedihkan adalah salah satu dari
ketakutan. Dan yang perlu kita lakukan adalah mengatasi ketakutan-ketakutan
kita. Buku ini juga aman dibaca bagi orang yang tengah terluka. Bahwa menderita karena
mencintai seseorang adalah penderitaan yang agung dan mulia. Karena misi Tuhan
melalui penderitaan itu adalah memuliakan orang yang menderita.